AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah[1]
Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah merupakan frase (gabungan kata) yang terdiri dari tiga kata utama, yaitu ahlu, sunnah, dan jamaah. Kata ahlu mempunyai beberapa arti diantaranya adalah keluarga, pemilik, penduduk, pengikut, dll. Dalam hal ini, makna kata “ahlu” yang paling tepat untuk istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah pengikut. Ahlus Sunnah wal Jama’ah berarti pengikut Sunnah dan pengikut Jama’ah.
a. Ahlus Sunnah
Ahlus Sunnah secara bahasa berarti pengikut As-sunnah. Kata As-sunnah menurut pengertian bahasa berarti sirah, perjalanan hidup, dan thariqoh. Adapun menurut istilah, para ulama tauhid mendefinisikan As-sunnah adalah jalan yang ditempuh oleh rasululllah dan para sahabatnya, yaitu jalan yang selamat dari fitnah syubhat dan syahwat.
Dari definisi ulama ahli hadits, ushul fiqih, dan tauhid dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah Sunnah adalah jalan hidup rasulullah saw serta petunjuk yang beliau ajarkan kepada ummatnya, baik berupa perbuatan, perkataan, maupun taqrir/ persetujuannya. Barangsiapa mengikutinya, maka ia terpuji, dan barangsiapa menyelisihinya maka ia tercela.
b. Ahlul Jama’ah
Ahlul Jama’ah berarti pengikut jama’ah. Secara bahasa, Jama’ah berarti sebuah kelompok, perkumpulan, kesepakatan, dan persatuan. Artinya umat islam diperintahkan untuk berjamaah dan melarang mereka dari perpecahan.
Jama’ah disini berarti bersepakat dalam mengikuti satu akidah, satu ilmu, dan satu manhaj (metode), yaitu Al-Quran dan As-sunnah, artinya memahami dan mengamalkannya sebagaimana pemahaman dan pengamalan para sahabat rasulullah saw. serta para Salafus Shalih.
Ahlul Jama’ah berarti mengikuti kebenaran meski kebenaran itu diikuti oleh seorang saja, dan meninggalkan kebatilan meski kebatilan itu diikuti oleh mayoritas umat. Dan ukuran kebenarannya adalah Al-quran dan Hadits.
Pengertian Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Dari penjelasan diatas, menjadi jelaslah bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah ummat islam yang berpegang teguh dengan Al-quran dan As-sunnah, memahami dan mengamalkannya sebagaimana yang diperintahkan Allah dan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Amalan sunnah merupakan penopang dari kesempurnaan amalan fardhu, sebab seorang muslim telah menyaksikan bahwa Nabi Muhamad saw. adalah rasulullah, sehingga harus mengikuti apapun yang diajarkan Rasul, baik itu fardhu maupun sunnah, artinya tidak memilih-milih amalan hanya fardhu saja. Dalam Al-qur’an surat Al Hasyr ayat 7, Allah berfirman bahwa seorang muslim haruslah menerima dan mengamalkan ajaran yang disampaikan Rasulullah saw.
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا
“Apa yang diberikan oleh Rasul kepada kalian, maka terimalah!, dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah” (Qs. Al Hasyr 59:7).
Dijelaskan pula bahwa tertata rapihnya agama seseorang tergantung pada ketaatannya dalam menjalankan sunnah-sunnah Rasul.
اِنْتِظَامُ الدِّيْنِ يَتَوَقَّفُ عَلَى اِتِّبَاعِ سُنَنِ النَّبِى ص م
“Besarnya/teraturnya agama tergantung pada ketaatan mengikuti sunnah-sunnah Nabi saw.”[2]
Ahlus Sunnah wal Jama’ah pun sering disebut Ahlul Haq, As Salafus Shalih, As Sawadul A’dzom, dan Jumhurul Ummah Al-Islamiyah. Penyebutan ini didasarkan pada konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menggunakan i’tiqad dan pengamalan ibadahnya mengikuti cara Rasulullah saw.
Penyebutan istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini didasarkan pada Hadits sebagai berikut;
وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِى الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِى النَّارِ. قِيْلَ مَنْ هُمْ يَارَسُوْلَ الله؟ قَالَ: أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ (رواه الطبرانى)
“Demi tuhan yang menguasai jiwa Muhammad, ummatku akan berkelompok menjadi tujuh puluh tiga golongan, yang satu akan masuk surga, dan yang tujuh puluh dua akan masuk neraka. Maka ditanyakan: Siapakah yang tidak masuk neraka tersebut wahai Rasulullah?. Beliau menjelaskan: Ahlus Sunnah wal Jama’ah (golongan yang mengamalkan sunnah dan mengikuti jamaah shahabat).”[3]
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam perkara yang Rasulullah berada diatasnya dan juga para sahabatnya. Oleh karena itu Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sebenarnya adalah para sahabat Rasulullah saw. dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai akhir zaman (hari kiamat).
Sekilas Pemahaman Ahlus Sunnah Asy’ariyah Al Maturidiyah.
Ungkapan Ahlus Sunnah sering juga disebut dengan “Sunni”, hal ini dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus
Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syi’ah, yaitu Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah. Sedangkan Sunni dalam pengertian khusus adalah lawan dari Mu’tazilah. Jadi Ahlus Sunnah bukanlah Syi’ah dan bukan pula Mu’tazilah. Jadi Ahlus Sunnah disini merupakan kelompok orang-orang yang memiliki faham dan konsep yang berlawanan dengan Syi’ah dan Mu’tazilah. Kelompok ini dipelopori oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansyur Al-Maturidy pada tahun 300 H.
Berikut ini dipaparkan sedikit pembahasan yang diperdebatkan oleh para aliran kalam, termasuk didalamnya pandangan Ahlussunnah Asy'ariyah.
Tabel Perbandingan Antar Aliran Kalam
Dalam Bahasan; Pelaku Dosa Besar
(Siapa yang kafir/ keluar dari islam/ murtad, dan siapa yang masih islam)
Khawarij
Murjiah
Mu’tazilah
Asy’ariyah
Syi’ah Zaidiyah
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah kafir millah dan selamanya disiksa dalam neraka bersama orang kafir lainnya
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidak kafir dan tidak selamanya disiksa dineraka
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidaklah mukmin dan tidak pula kafir, melainkan manzilah bainal manzilatain, mereka akan disiksa selamanya dalam neraka namun siksanya akan lebih ringan dibandingkan dengan orang kafir
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidaklah kafir. Adapun diakhirat kelak adalah kehendak Allah, mengampuni dan tidaknya. Namun apabila disiksapun tidaklah kekal dineraka.
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah kafir dan kekal dineraka. Apabila mereka telah bertobat dengan sungguh-sungguh maka allahpun akan membebaskan nya dari neraka
Interpretasi (Penafsiran/pemaknaan) Konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam peribadatan kepada Allah swt.
Perbedaan dalam memahami tatalaksana ibadah (ubudiyah) sudah terjadi sangat lama. Pada awalnya perbedaan pendapat antar ummat islam muncul sepeninggal Rasulullah saw. terutama tentang siapa yang paling layak menggantikan beliau. Perbedaan itu terus berlanjut kemasalah hukum, khususnya hukum syari’at/fikih.
Diakhir zaman ini, banyak golongan yang mengklaim hanya dirinyalah yang termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan beberapa argumentasi dan praktek peribadatannya yang mengaku sesuai dengan sunnah Rasul saw.
Berdasarkan pada pengertian awal, bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah golongan umat islam yang semua tatalaksana peribadatannya sesuai dengan sunnah Nabi saw., maka jadi jelaslah bahwa tatalaksana ibadah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. beserta para sahabat dan tabi’innya.
Dalam pengertian disini, sunnah bukanlah hanya yang terucap atau tertulis saja, namun segala sesuatu yang berkaitan dengan segi hidup dan kehidupan Nabi Muhammad saw. baik itu berupa tatalaksana ibadahnya maupun dalam tatacara kehidupannya, karena Nabi Muhammad saw. adalah teladan dan sebagai realisasi dari Al-quran.
Dengan demikian, ummat islam membutuhkan teladan seorang rasul dalam tatalaksana kehidupannya khususnya tatacara ibadahnya, namun yang tersisa dari semuanya adalah Al-quran dan Sunnah sebagai pegangan utama ummat dalam tujuan hidupnya.
Sunnah/sirah Nabi merupakan penafsiran dari Al-quran, sehingga untuk dapat melaksanakan Al-quran haruslah menteladani Rasul dengan cara mempelajari dan mengamalkan sunnah-sunnah Rasul saw. yang saat ini lebih dikenal dengan istilah Hadits. Sehingga untuk dapat dikatakan sebagai muslim yang mengikuti Rasulnya (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) maka dalam tatacara ibadahnya melalui pembelajaran terhadap Hadits-Hadits Nabi saw., baik itu berupa Hadits Shohih maupun Hadits Dho’if, karena terdapat banyak dalil yang menyatakan bahwa Hadits Dho’if dapat digunakan selama dalam hal Fadho’ilul A’mal (keutamaan-keutamaan amal ibadah). Seperti yang disampaikan oleh Imam Nawawi sebagai berikut;
(فصل) قَالَ العُلَمَاءُ مِنَ الْمُحَدِّثِيْنَ وَالْفُقَهَاءِ وَغَيْرِهِمْ : يَجُوْزُ وَيُسْتَحَبُّ الْعَمَلُ فِى الْفَضَائِلِ وَالتَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ بِالْحَدِيْثِ الضَّعِيْفِ مَالَمْ يَكُنْ مَوْضُوْعًا . وَاَمَّا اْلاَحْكَامُ كَالْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ وَالْبَيْعِ وَالنِّكَاحِ وَالطَّلاَقِ وَغَيْرِ ذَلِك فَلاَ يُعْمَلُ فِيْهَا اِلاَّ بِالْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ اَوِ الْحَسَنِ
“(Fasal) Para ulama ahli hadits dan ahli fiqih dan lainnya mengatakan: Boleh bahkan disunnahkan mengamalkan hadits yang mengenai tentang keutamaan amal, pemberi kegembiraan, ancaman, dengan menggunakan hadits Dho’if, asalkan bukan hadits Maudlu’ (hadits yang dibuat-buat/ palsu). Dan adapun mengenai hukum halal, haram, jual beli, nikah, talak, dan lainnya, maka tidak boleh menggunakan hadits dlo’if, tapi harus dengan hadits shoheh atau paling tidak hadits hasan."[4]
Begitupun yang disampaikan oleh Sayyid Najili dalam kitabnya;
اِنَّ الْحَدِيْثِ الضَّعِيْفِ يُعْمَلُ بِهِ فَضَائِلُ اْلاَعْمَالِ
“Sesungguhnya hadits Dho’if itu boleh diamalkan dalam Fadho’ilul Amal.”[5]
Implementasi (Penerapan) Konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam Tuntunan Syekhuna (Asy-syahadatain)
Asy-syahadatain adalah sebuah kelompok muslim yang menapaki jalan yang diridhoi oleh Allah dengan realisasi ibadahnya berdasarkan tuntunan-tuntunan Rasulullah saw. dengan dibimbing oleh Syekhuna Al-Mukarrom Al-Habib Umar bin Isma’il bin Yahya.
Tuntunan Syekhuna merupakan pengamalan yang berlandaskan pada konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu menjalankan perintah Allah dengan menteladani Rasulullah saw. Artinya Asy-syahadatain menjalankan perintah wajib dan amalan sunnah sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. serta mengikuti para Salafus Shalih.
Dengan demikian, konsep dan realisasi ibadahnya sesuai dengan konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menjadikan Rasul dan para Salafus Shalih sebagai teladan, khususnya dalam peribadatan kepada Allah swt.
Pengenalan Asy-syahadatain sebagai organisasi
Nama Asy-syahadatain merupakan penisbatan dari pengamalan pada tuntunan ِِAl-Habib Abah Umar yang selalu membaca dua kalimat syahadat (syahadatain). Namun pada dasarnya, Asy-syahadatain bukanlah sebuah organisasi islam, ataupun ormas, tetapi merupakan sebuah tuntunan ubudiyah dalam menapaki jalan yang diridhai Allah, bahkan lebih dekat dikatakan sebagai Thariqat.
Pengorganisasian Asy-syahadatain disebabkan karena adanya penekanan dari pemerintah. Menurut aturan pemerintah yang berlaku disaat itu bahwa setiap ada perkumpulan dengan banyak orang tanpa adanya organisasi yang jelas maka dapat dikategorikan sebagai pemberontak, dan atau berpotensi sebagai ancaman terhadap ketahanan nasional. Oleh sebab itu, Asy-syahadatain dibentuk menjadi sebuah organisasi, namun pada hakekatnya tetaplah bukan sebagai organisasi tetapi sebagai tuntunan ibadah.
[1] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, "Buku Pintar Aqidah", hal. 76, Roemah Buku, Sukoharjo.
[2] Hujjatullah Al-Balighoh juz 1 hal 17 (dikutip dari kitab Miftahussa'adah karya Kiyai Khazim)
[3]
[4] Imam Nawawi, "Al-Adzkar Al-Nawawi", hal. 5, Maktabah Toha putra, Semarang.
[5] Sayyid An-Najili, "Khazinah Al-Asrar", hal. 188, Al-Haramain, Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
daleev khan. Diberdayakan oleh Blogger.
assalamu'alaikum, admin yg saya hormati yg saya hargai dan yg saya banggakan.
BalasHapusadmin, saya mau ijin ngelink postingan tentang buku aswaja, terima kasih.